LIPUTAN KHUSUS:
FSC Belum Pastikan Tenggat APRIL Dapat Sertifikasi Lagi
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Jadwal untuk proses perbaikan APRIL belum diketahui karena adanya persyaratan berlapis dari Kerangka Kerja Perbaikan FSC.
Hutan
Selasa, 24 Desember 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Meski Asia Pacific Resources International Holdings Ltd (APRIL), telah menjalani serangkaian proses reasosiasi, tapi Forest Stewardship Council (FSC) belum bisa memberikan kepastian kapan mereka dapat atau tidak dapat mengakhiri disasosiasi dengan anak usaha Grup Royal Golden Eagle (RGE) itu. Sebab, ada persyaratan berlapis yang harus dipenuhi APRIL.
Dalam pernyataan resminya, lembaga sertifikasi kayu berkelanjutan itu menjelaskan, APRIL telah menandatangani perjanjian untuk memulai proses perbaikan pada November 2023. Proses perbaikan ini memiliki beberapa langkah/tahapan yang dapat dilanjutkan setelah setiap langkah/tahapan diverifikasi oleh penilai independen. Setelah APRIL menyelesaikan proses perbaikan, APRIL akan memenuhi syarat untuk mendapatkan asosiasi dan sertifikasi.
“Saat ini, jadwal untuk proses perbaikan APRIL belum diketahui karena adanya persyaratan berlapis dari Kerangka Kerja Perbaikan FSC. Oleh karena itu, FSC tidak dapat memberikan komentar mengenai 'kemungkinan' atau waktu kapan FSC dapat atau tidak dapat mengakhiri disasosiasi dengan APRIL, yang mana tanpa hal tersebut, APRIL tidak akan memenuhi syarat untuk mendapatkan sertifikasi FSC,” kata Subhra Bhattacharjee, Direktur Jenderal FSC, dalam sebuah surel yang diterima Betahita, pada Kamis, 19 Desember 2024.
Soal desakan kelompok masyarakat sipil agar FSC mengakhiri proses reasosiasi yang diupayakan APRIL, Subhra mengatakan, dalam Nota Kesepahaman (MOU) yang ditandatangani APRIL dengan FSC, untuk memulai proses perbaikan, terdapat ketentuan yang mengikat klien dengan persyaratan tertentu dan menetapkan ketentuan mengenai kapan MOU tersebut dilanggar. Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat mengakibatkan penangguhan proses perbaikan sebagaimana dinyatakan.
“Sebelum menandatangani Nota Kesepahaman (MoU), APRIL diwajibkan untuk mengungkapkan daftar entitas yang termasuk dalam grup korporatnya. FSC meninjau daftar entitas ini, dan MoU antara FSC dan klien perbaikan memungkinkan FSC untuk meninjau kembali ruang lingkup grup perusahaan selama proses perbaikan,” ujar Subhra.
“Daftar entitas yang termasuk dalam proses perbaikan APRIL dapat dilihat di sini,” ujar Subhra.
Subhra menyebut FSC akan melakukan tinjauan eksternal independen terhadap grup perusahaan RGE. FSC menggunakan definisi grup perusahaan dan konsep kontrol sebagaimana didefinisikan dalam Kebijakan FSC untuk Asosiasi versi 3, yang didasarkan pada Accountability Initiative Framework. Tinjauan eksternal akan mencakup evaluasi terhadap nexus of control yang dilakukan oleh RGE terhadap, antara lain, entitas-entitas yang saat ini menjadi subyek dugaan berada dalam grup korporasi RGE.
“Untuk informasi lebih lanjut mengenai proses perbaikan yang sedang berlangsung di APRIL, termasuk informasi terbaru mengenai perubahan dalam grup perusahaan yang menerapkan proses perbaikan, klik di sini,” ucap Subhra.
Lebih lanjut Subhra menuturkan, sebagai bagian dari proses uji tuntas FSC di bawah Kerangka Kerja Perbaikan FSC, tinjauan grup korporasi dilakukan untuk grup korporasi yang kompleks dan klien perbaikan yang berisiko tinggi sebelum pembaharuan Nota Kesepahaman (MoU). FSC juga melakukan tinjauan kelompok korporasi ketika menerima klaim yang dapat dibuktikan. FSC juga dapat menugaskan peninjauan kelompok korporasi oleh pakar eksternal independen.
Subhra mengakui, FSC menerima informasi mengenai kemungkinan pelanggaran terhadap Policy for Association (PfA) dari berbagai saluran. Salah satunya adalah pengaduan pelanggaran PfA secara resmi. FSC juga membuka kasus-kasus pelanggaran PfA secara proaktif berdasarkan bukti-bukti yang dikumpulkan dari sumber-sumber pihak ketiga.
Informasi dan bukti untuk kasus-kasus, sambung Subhra, proaktif dikumpulkan dari laporan media, kasus-kasus hukum, studi yang dilakukan oleh LSM, dan temuan-temuan dari investigasi internal FSC. Terlepas dari sumber tuduhan, FSC mengumpulkan dan menilai bukti-bukti yang ada untuk memutuskan apakah memang telah terjadi pelanggaran terhadap PfA.
“Ketika tuduhan dibuat dalam sumber-sumber domain publik seperti laporan media, kampanye organisasi masyarakat sipil, dan lain-lain. FSC memantau dan menilai bukti-bukti yang tersedia,” kata Subhra.
“Untuk informasi lebih lanjut mengenai proses-proses ini, kunjungi halaman ini. Dalam kasus ini, FSC sedang memproses kasus pelanggaran PfA terhadap grup perusahaan PT Mayawana Persada - Alas Kusuma,” sambungnya.
APRIL bantah hubungannya dengan perusahaan pelaku deforestasi
Sementara itu, dalam tanggapan resminya terhadap rilis Earthsight yang diterbitkan pekan lalu, APRIL menganggap tuduhan Earthsight merupakan pengulangan dari klaim organisasi masyarakat sipil, yang menghubungkan antara APRIL, RGE, dan PT Mayawana Persada.
“Sebelumnya, APRIL secara terbuka telah membantah klaim tersebut,” APRIL menyatakan dalam sebuah rilis, Senin, 16 Desember 2024.
APRIL juga bilang, Earthsight juga hanya mengulang tuduhan organisasi masyarakat sipil terhadap RGE dan kelompok bisnis lainnya. APRIL menyebut bahwa sebelumnya RGE telah menyatakan bahwa perusahaan tidak memiliki kendali ataupun kepemilikan atas PT Borneo Hijau Lestari.
“Terkait laporan Rainforest Action Network yang menyebutkan PT Global Sawit Semesta (PT GSS), Apical telah mengonfirmasi perihal penghentian suplai dari sumber terkait sejak akhir November 2024,” APRIL mengungkapkan.
Soal desakan Earthsight dan Auriga Nusantara kepada FSC untuk menghentikan proses pemulihan hubungan dengan ARPIL, produsen pulp terbesar kedua di Indonesia itu menuturkan, sejak 2016, APRIL Group berupaya untuk bergabung kembali (reasosiasi) dengan FSC.
Perusahaan milik taipan Sukanto Tanoto itu mengatakan terus bekerja secara konstruktif dan transparan dengan FSC sebagai bagian dari proses perbaikan yang terdokumentasi secara publik yang melibatkan konsultasi yang luas dan mendalam dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk organisasi masyarakat sipil dan masyarakat lokal.
“APRIL telah menyelesaikan sejumlah prasayarat yang relevan guna mengakhiri disasosiasi dari FSC. Pada November 2023, APRIL dan FSC menandatangani Kerangka Kerja Perbaikan, dengan merujuk ke Bab 3, bagian 2.1 dari Kerangka Kerja Perbaikan FSC yang menandai dimulainya Proses Perbaikan dan Asosiasi APRIL (disebut juga sebagai “proses perbaikan”),” kata APRIL.
Terkait pasokan kayu, APRIL mengatakan, pasokan serat saat ini dan ke depan untuk APRIL sebagian besar bersumber dari konsesi milik perusahaan dan para pemasok. Semua kebutuhan peningkatan pasokan serat akan dipenuhi melalui peningkatan produktivitas yang didorong oleh investasi signifikan dalam penelitian & pengembangan (R&D) serta praktik silvikultur terbaik.
APRIL melanjutkan, semua pasokan serat ke perusahaannya, termasuk yang berasal dari pihak ketiga, sudah dan akan selalu berlandaskan pada Kebijakan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan (SFMP) 2.0 , yang secara tegas berkomitmen untuk tidak melakukan deforestasi, termasuk dari sumber rantai pasok kami. Pemasok APRIL dan laporan asssurance tahunan pihak ketiga terkait kepatuhan APRIL terhadap SFMP tersedia di APRIL Sustainability Dashboard.
APRIL mengklaim berpegang teguh pada komitmennya untuk tidak melakukan deforestasi, yang dievaluasi melalui analisis perubahan tutupan lahan secara berkala dan tinjauan independen tahunan. Bertentangan dengan dugaan Earthsight, APRIL dan mitra pemasoknya hanya beroperasi di area konsesi kehutanan yang memiliki izin sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku serta komitmen yang tertuang dalam SFMP
“Informasi lebih lanjut mengenai proses perbaikan APRIL-FSC dapat diakses pada laman APRIL di situs FSC,” kata APRIL.