Ancam Lingkungan, Negosiasi CEPA Eropa-Indonesia Diminta Disetop
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Lingkungan
Jumat, 21 Februari 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Sebanyak 123 kelompok masyarakat sipil dari Indonesia dan Uni Eropa menyerukan diakhirinya Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (Comprehensive Economic Partnership Agreement-CEPA). Salah satunya Rettet den Regenwald (Selamatkan Hutan Hujan)--organisasi masyarakat sipil yang berbasis di Jerman--yang berpendapat, bahwa mengamankan bahan baku penting bagi Uni Eropa merupakan ancaman bagi alam dan hak asasi manusia di Indonesia.
“Kami menuntut perundingan CEPA harus dibatalkan karena perjanjian ini mengancam lingkungan, iklim dan hak asasi manusia,” kata Marianne Klute, Ketua Rettet den Regenwald, Rabu (19/2/2025).
Marianne Klute menuturkan, Indonesia dan Uni Eropa telah merundingkan CEPA sejak 2016. Bab Energi dan Bahan Baku mengatur pembukaan pasar dan investasi di bidang energi dan bahan baku. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa tidak ada hambatan bagi Uni Eropa dalam pengadaan bahan baku penting untuk transisi energi.
Menurut Klute, konsekuensi sosial dan lingkungan dari ekstraksi bahan mentah untuk transisi energi tidak dibahas secara efektif dalam bab Energi dan Bahan Baku. Tidak ada konsekuensi hukum dan mekanisme penegakan hukum yang mengikat untuk mengurangi konsekuensi tersebut.

“Tanpa adanya ketentuan-ketentuan tersebut, Rettet den Regenwald percaya bahwa perusakan hutan hujan, ekosistem laut, keanekaragaman hayati dan budaya lokal tidak dapat dihentikan,” ujar Klute.
Lebih lanjut Klute mengatakan, dalam deklarasi bersama, 123 kelompok masyarakat sipil mengingatkan konsekuensi negatif bagi alam, penduduk dan hak asasi manusia, bahaya bagi lingkungan dan melemahnya kedaulatan negara.
Menurut perkiraan, kata Klute, Indonesia memasok lebih dari seperempat cadangan mineral dunia. Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia, serta sejumlah besar batu bara, tembaga, kobalt, timah, emas, dan bauksit.
“Kerusakan yang disebabkan oleh penambangan bijih nikel dan produksi nikel untuk baja dan baterai mobil di pulau Sulawesi dan Maluku Utara sangat besar: laut dan sungai tercemar, stok ikan menurun, anak-anak menderita infeksi kulit, serta mata pencaharian penduduk lokal dan masyarakat adat terancam,” katanya.
Klute menuturkan, hutan hujan di Sulawesi dengan spesies-spesies uniknya telah banyak dirusak oleh industri nikel, dan mata pencaharian penduduk asli dan petani telah dihancurkan dengan kejam. Bencana lingkungan seperti banjir dan tanah longsor sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
“Masyarakat menjadi miskin, jatuh sakit, digusur secara paksa atau dikriminalisasi. Rettet den Regenwald telah berulang kali menunjukkan hal ini,” ujar Klute.
Tak hanya di Sulawesi dan Maluku Utara saja. Penambangan nikel di Kepulauan Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya, mengancam terumbu karang yang paling kaya akan spesies di dunia dan dapat memperparah konflik Papua.
Klute bilang, deklarasi bersama 123 kelompok masyarakat sipil ini juga mengkritik risiko privatisasi barang publik dan melemahkan pembangunan industri Indonesia. Meskipun CEPA akan memberikan Uni Eropa akses tanpa hambatan ke pasar dan sumber daya Indonesia serta memberikan perlindungan yang lebih baik bagi perusahaan-perusahaan internasional, perjanjian ini akan melarang negara Indonesia untuk mengintervensi dan mengatur pasar.
“Sebaliknya, perjanjian ini juga dapat menyebabkan lebih banyak penindasan dan regulasi di dalam negeri. Undang-undang baru untuk kepentingan perdagangan bebas dan investasi, seperti Omnibus Law tentang penciptaan lapangan kerja, mempersulit perlawanan terhadap perusakan lingkungan, penggusuran dan kekerasan,” ucap Klute.
Kelompok-kelompok masyarakat sipil, sambung Klute, mencatat bahwa liberalisasi pasar pada kenyataannya mempercepat perlombaan menuju kehancuran. Sementara Uni Eropa menegosiasikan aturan perdagangan dengan Indonesia, Cina telah menciptakan fakta. Industri Cina telah mengamankan pasokan nikel untuk baja dan elektromobilitas.
“Tahun ini, 80 hingga 82 persen nikel Indonesia untuk baterai akan berasal dari produsen Cina. CEPA akan mempercepat eksploitasi bahan mentah, dengan konsekuensi sosial, ekologi dan politik yang serius!” ujar Klute.
Berikut ini sejumlah tuntutan 123 kelompok masyarakat sipil Uni Eropa-Indonesia yang dikemas dalam sebuah deklarasi bersama.
- Uni Eropa dan Pemerintah Indonesia harus menghentikan negosiasi Indonesia-EU CEPA, karena perjanjian ini mengancam lingkungan dan iklim, serta hak-hak perempuan, masyarakat adat, pekerja, petani kecil, dan nelayan.
- Indonesia harus mempertahankan ruang kebijakan untuk mengembangkan rantai nilai energi dan bahan bakunya sendiri, termasuk kemampuan pengolahan dan penyulingan. Bab Energi dan Bahan Baku dalam CEPA akan membatasi kemampuan Indonesia untuk melindungi pasar internalnya melalui tarif dan kuota (sementara) dan untuk membangun kapasitas manufakturnya sendiri.
- Transisi energi yang adil tidak dapat dicapai dengan memprivatisasi barang publik, dalam hal ini energi. Kontrol publik melalui negara harus diperkuat dan tidak dilemahkan oleh agenda liberalisasi di sektor energi terbarukan.
- Uni Eropa dan Indonesia seharusnya tidak menyetujui mekanisme Penyelesaian Sengketa Investor-Negara (Investor-State Dispute Settlement-ISDS), seperti yang terdapat dalam perjanjian Uni Eropa dengan Meksiko dan Chili. Perlindungan investasi, termasuk Sistem Pengadilan Investasi (Investment Court System-ICS), berpotensi melemahkan kapasitas negara untuk menanggapi tuntutan publik untuk menerapkan kebijakan iklim yang adil secara sosial.
- Indonesia-EU CEPA tidak boleh mengintegrasikan elemen-elemen dari Omnibus Law Cipta Kerja, karena hal ini akan memperburuk hak asasi manusia dan perlindungan tenaga kerja di Indonesia. Baik Uni Eropa dan Indonesia harus mematuhi standar dan konvensi ILO yang telah disepakati secara internasional.
- Kerjasama perdagangan harus memastikan bahwa bahan mentah yang diperdagangkan telah diproduksi di bawah standar lingkungan dan uji tuntas yang tertinggi. Analisis dampak sosial dan lingkungan harus diwajibkan untuk setiap proyek pertambangan atau pembangkit energi. Hak-hak masyarakat yang terkena dampak penambangan bahan baku penting harus diperkuat dan hak-hak tersebut harus diperhitungkan sejak awal dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek. Persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan (FPIC) dari masyarakat adat harus dipastikan dan keputusan mereka dihormati.
- Uni Eropa harus mengurangi jejak materialnya sendiri agar tetap berada dalam batas-batas planet dan mengurangi ketergantungan pada sumber daya dari negara lain seperti Indonesia. Uni Eropa harus berkomitmen untuk mengurangi konsumsi bahan baku penting dengan menetapkan target untuk mengurangi konsumsi melalui langkah-langkah kecukupan, efisiensi bahan, desain yang bertanggung jawab, dan teknologi substitusi.