2024 Versi Jikalahari: Deforestasi + Korupsi Gerogoti Hutan Riau

Penulis : Aryo Bhawono

Deforestasi

Selasa, 07 Januari 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Tahun 2024 tidak menjadi tahun yang menggembirakan bagi lingkungan hidup di Riau. Jikalahari mencatat deforestasi hingga korupsi menggerogoti hutan provinsi itu, hingga berbuah bencana.

Jikalahari melakukan analisis data kehutanan dan temuan lapangan sepanjang 2024. Data-data ini dipadukan dengan fakta penegakkan hukum dan kebijakan berkaitan dengan lingkungan hidup dan kehutanan di Riau.

“Pada catatan tahun ini cukup menarik karena ada dua peristiwa politik besar, yakni pemilu nasional dan pilkada serentak. Keduanya menunjukkan bagaimana penguasa terpilih tidak berpihak pada lingkungan,” ucap Koordinator Jikalahari, Okto Yugo, ketika dihubungi Betahita pada Senin (6/1/2025). 

Jikalahari memberikan beberapa catatan penting soal lingkungan hidup di sepanjang 2024, yakni: 

  1. Data kehutanan terkait deforestasi, karhutla, banjir, dan kerusakan habitat satwa. Analisis GIS dan pengecekan lapangan yang dilakukan Jikalahari menunjukkan hutan alam Riau menyusut seluas 1.339.437 hektare pada 2024. Penyusutan ini terjadi di kawasan konsesi HTI dan sawit sekitar  302.881 ha, kawasan konservasi seluas 484.943 ha, dan sisanya 551.612 ha berada pada kawasan lainnya. Total deforestasi sepanjang 2024 seluas 22.172 ha yang tersebar di konsesi HTI dan sawit sekira 5.951 ha luas, pada kawasan konservasi sekira 4.271 ha dan sisanya berada pada kawasan lainnya.  Luas deforestasi ini berkorelasi dengan kebakaran hutan alam. Data Sipongi KLHK, luas kawasan terbakar sepanjang 2024 di Riau mencapai seluas 10.674 ha, angka ini menunjukkan peningkatan luasan lahan terbakar sebanyak 47 persen dari tahun 2023. Persoalan Banjir juga menjadi persoalan. Jumlah kejadian dan areal terdampak semakin besar. 
  2. Ruang kelola masyarakat yang masih lambat. Berdasarkan penelusuran website goKUPS 14 (Sistem Informasi Perhutanan Sosial Terintegrasi berbasis elektronik), usulan perhutanan sosial di Riau yang telah disetujui mencapai 168.177,3 ha dengan jumlah unit SK sebanyak 158, bertambah 16 SK dalam rentang waktu hampir 1 tahun. Jumlah KK terdampak mencapai 30.495 KK. Menilik luasan usulan PS yang telah disetujui per provinsi, dari 37 provinsi di Indonesia, Riau menempati posisi ke 17. Di sisi lain, konflik antara masyarakat dengan korporasi juga tak kunjung hilang.
  3. Penetapan Ranperda RTRWP Riau dalam program legislasi daerah (prolegda) prioritas dalam masa jabatan DPRD Riau periode 2024-2029 menjadi aturan acuan dalam pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam. Sayangnya pembahasan di DPRD Riau belum bisa diakses publik.
  4. Mandeknya suap Surya Darmadi di KPK. Korupsi sumber daya alam yang melibatkan Taipan Surya Darmadi pemilik PT Darmex Grup justru dihentikan oleh KPK padahal ia dihukum 16 tahun penjara dan denda Rp 2,2 triliun karena kasus pencucian uang atas membangun perkebunan secara ilegal di kawasan hutan. Kasus ini ditangani Kejaksaan Agung. Namun penanganan oleh KPK justru dihentikan. Pada 2024 ini juga terjadi pergantian Pimpinan KPK. Aktor-aktor yang terpilih didominasi latar belakang unsur APH lain seperti Polri, Kejaksaan hingga hakim. Terdapat kontroversi dan penolakan atas terpilihnya Pimpinan KPK 2024-2029.
  5. Pergantian rezim, mulai dari Presiden, DPR RI, DPRD Provinsi hingga DPRD Kabupaten/Kota. Jikalahari juga memantau kabinet merah putih yang dibentuk oleh Prabowo.  Selain itu juga terdapat Pilkada serentak di seluruh Indonesia Provinsi Riau akan memiliki Gubernur Baru, setelah KPU Riau menetapkan pasangan Abdul Wahid dan SF Hariyanto. Catatan Jikalahari menunjukkan bahwa belum ada komitmen lingkungan hidup dari pemenang kontes politik tersebut.

Tampak dari ketinggian satu alat berat jenis ekskavator berada di dekat kanal yang sedang dibuka oleh pihak perusahaan./Foto: Walhi Riau

Jikalahari menyebutkan persoalan ekologis sepanjang  2024 masih menunjukkan degradasi kualitas lingkungan hidup yang serius. Pemerintahan baru, baik di tingkat pusat maupun daerah, seharusnya melakukan perbaikan. 

Jikalahari mendesak Presiden Prabowo menjalankan visi-misi untuk menindak tegas dan menghukum seberat-beratnya pelaku perusak hutan dan melindungi ekologis dengan tidak menganakemaskan pengusaha perusak lingkungan. Pemerintah dan DPR juga harus memperhatikan  karakteristik dan fakta lapangan yang khas termasuk sosial budaya masyarakat dalam membuat regulasi. 

“Gubernur Riau dan DPRD membahas Perda RTRWP Riau dan perda lainnya dengan mengedepankan penyelamatan hutan alam tersisa, serta mengakomodir hak masyarakat adat serta proses pembentukan yang dilakukan secara transparan, partisipatif dan akuntabel. Mereka juga harus mempercepat penyelesaian konflik SDA dengan pengakuan terhadap hak masyarakat adat,” ucap Okto.